Jajan Yuk!

Oke, judulnya provokatif sekali, tapi percayalah saya ga segitunya hahah…Tapi juga, saya bukan penganut frugal living. Masih banyak pos-pos yang bocorrrrrr tak terbendung, hihi. Salah satunya pernah saya ceritakan di blog ini, yaitu tentang tanaman, huehehe jangan ditiru!

Sehubungan dengan tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan ini, yaitu ‘Mamah dan Dunia Belanja’ saya ingin berbagi tentang apa yang saya lakukan kalau sedang butuh/ingin suatu barang. Manusiawi lah ya, saya ga cuma beli barang yang butuh tapi juga yang dipengen :D. Ini cuma cerita loh ya, bukan tips atau apapun, karena terkadang ga ada tujuannya, cuma kebiasaan aja., Kalau ingin tips, mungkin banyak yang lebih advance dan bisa diterapkan oleh semua orang. Nah jadi bagaimana tahapannya kalau saya perlu/ingin sebuah barang (kecuali tanaman ya, hahaha), yuk disimak!

Definisikan kebutuhan/keinginan secara spesifik

Nah, biasanya saya kalau butuh sesuatu, biasanya mendefinisikannya secara spesifik. Misal ketika saya butuh water heater ya saya mendefinisikan bahwa butuh water heater yang bisa disimpan outdoor, tidak perlu bobok dinding kamar mandi, punya tingkat safety yang tinggi, garansi panjang. Atau ketika ingin membeli rice cooker, saya menentukan bahwa si rice cooker ada after sales servicenya, nasinya enak, kemudian kalau pan nya rusak atau tergores mudah dicari gantinya. Biasanya pendefinisian tersebut lebih ke fungsional dan ketahanan, kalau tampilan nomer sekian, karena bukan penganut aestetic2an wkwkwk.

Bagaimana dengan keinginan? nahhhh yang membedakan dia sama kebutuhan, biasanya keinginan itu terjadi ketika saya ingin menambah kepemilikan jenis barang yang sebenarnya saya sudah punya, sedangkan kalau butuh biasanya karena belum punya. Tetap saja kalau punya keinginan akan sesuatu, saya definisikan dulu itu buat apa, akan digunakan sebagai apa, dipakai kapan, akan disimpan dimana, dan sejenisnya. Misalnya ketika ingin smart watch, saya akan mendifinisikan keinginan saya bahwa jamnya tidak boleh terlalu besar di tangan saya yang mungil, memiliki kemampuan/fitur a b c d, tahan lama ketika dipakai terus-terusan bahkan saat mandi, dan spare part mudah dicari. Begitu pula ketika saya menginginkan tas baru, saya menentukan harus muat apa saja, bisa nyaman dipakai lama karena saya punya masalah di bahu, dan tahan lama a.k.a tahan dibully ketika dipakai setiap hari. Nah ko jadi serius gini ya walau cuma keingina, ya memang begitulah!

Tentukan Alternatif Pilihan

Nah, kalau kita sudah tahu secara spesifik apa yang kita butuh/kita inginkan, maka akan lebih mudah untuk menentukan pilihan. Misalnya dari water heater yang saya survei, baru satu yang menyatakan bisa disimpan di tempat terbuka dan aman terkena panas dan hujan, yang itu juga menyatakan dengan yakin bahwa produknya aman karena tidak ada elemen berlistrik yang bersentuhan dengan air. Begitu pula dengan rice cooker, saya menemukan satu merek yang modelnya masih bertahan bertahun-tahun, jadi tidak takut barangnya keburu hilang dipasaran jadi sparepartnya pun akan tersedia, kalau ditambah adanya service center di kota saya. perfect!

Begitu pula dengan keinginan, dengan spek jam yang saya inginkan tidak banyak yang sesuai keinginan, jadi pilihan mengerucut. Tentang batasan fitur juga nantinya akan menentukan budget, karena ada barang-barang yang ada tambahan 1 fitur tapi membuat harganya beda jauh. Misal fitur built in GPS pada smart watch, kalau dibandingkan dengan yang GPS nya ada di HP, harganya jauh, dan saya memutuskan bahwa saya belum butuh built in GPS. Untuk tas? tentu saya tidak akan memilih tote bag, karena masalah bahu yang saya alami itu, kebanyakan tas saya adalah backpack dan sling bag, dan biasanya memang dipakai hampir setiap hari. Nah keinginan ini, biasanya terbersit karena modelnya lucu, atau lagi pengen gegayaan (walau definisi “gaya’nya ini terkadang suka disesali diakhir wkwkwkw)

Lihat Review

Pilihan akan semakin sempit, waktunya lihat review. Biasanya saya akan fokus pada review yang jelek-jeleknya, karena kelebihan-kelebihannya sudah kita ketahui saat kita menentukan alternatif produk. Review buruk tersebut untuk saya lebih kepada manajemen resiko. Apakah keburukan-keburukan pada review tersebut mampu saya terima, bisa saya atasi, atau bahkan mungkin sama sekali tidak buruk untuk saya. Ketika review terburuk adalah hal yang masih bisa saya terima, biasanya saya akan lanjutkan ke tahap selanjutnya.

Tentukan Value Barang

Selanjutnya biasanya saya menentukan seberapa besar nilai barang tersebut untuk saya. Misal, saya beli water heater maka saya akan menghemat waktu untuk merebus air bagi anak anak dan bahkan diri saya sendiri, hemat energi buat angkut-angkut air panas ke lantai atas, safety lebih tinggi, terhindar dari kulit merah-merah karena air dingin (iya sy malah aneh, kena dingin jd memerah) dan mungkin bisa minimasi kejadian terlambat ke sekolah/ke kantor. Atau mungkin, ketika beli barang elektronik, misal HP, bisa dilihat seberapa produktif HP tersebut, kalau dia menghasilkan uang berapa banyak uang yang bisa dihasilkan pada masa hidupnya, apakah sesuai dengan harganya? Value barang juga dapat dilihat dari kemudahan hidup yang diberikan ketika barang tersebut ada, mungkin kita jadi lebih waras, atau punya waktu lebih banyak dengan keluarga, dan sebagainya. Sempat diceritakan teman juga sih, dengan pakai barang branded, clientnya lebih respek dengannya dan komunikasi lebih lancar, itu buat saya termasuk value ya, walau pada lingkungan saya tidak begitu. Atau bisa jadi barang2 mahal untuk pansos, bisa menghasilkan hal – hal lebih? who knows?

Penentuan value barang ini bisa menentukan seberapa besar kita ingin berkorban a.k.a berapa budget yang rela kita keluarkan. Kerelaan tersebut termasuk biaya operasional dan maintenace ya, agar barang yang kita pakai lebih long lasting juga. Kadang cuma mikir CAPEX (Capital expenditur) aja, tp OPEX (Operational expenditure) nya ketinggalan. Kasian barangnya kalau kita tidak mampu memelihara. misal bisa beli laptop yang mereknya prestisius banget, tp ketika ada yang harus diperbaiki tidak rela mengeluarkan biaya untuk itu, yang begini buat saya biasanya karna valuenya kurang jadi walaupun si laptop ga ada, ga masalah. Terkadang walau suatu barang mahal secara ekonomi tp value barang tersebut bagi kehidupan saya ‘ga segitunya’. Ketika beli sesuatu saya biasanya mempertimbangkan biaya operasional, dan sampai survei harga reparasi/spare partnya, ketika masuk sesuai value si barang bagi saya, maka saya akan lanjut membeli.

Skala Prioritas

Ini dia permasalahan klasik yang hampir selalu dihadapi, kebutuhan dan keinginan itu tidak hanya satu pada satu waktu, dan budget (tentu) ada batasnya. Tentu, yang paling pertama dipenuhi adalah yang mendesak, kalau si barang sangat-sangat penting biasanya sy bisa ambil budget dari tabungan darurat. Namun, menurut pengalaman saya sendiri, banyak juga barang-barang yang saya anggap dapat meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas, tetapi masih bisa ada waktu tunggu untuk membelinya. Disitulah biasanya sy menetapkan target dan tentu saja menabung rutin. Ada juga barang-barang yang tidak ada batas waktu tunggu, biasanya saya beli ketika diskon besar atau ketika ada pendapatan diluar pendapatan rutin.

Penutup

Jadi begitulah saya kalau Jajan!

Ribet? atau ‘B’ aja karena semua orang juga begitu?

Intinya: semoga postingan ini bermanfaat!

Advertisement

5 thoughts on “Jajan Yuk!

  1. Tipsnya bermanfaat ini buatku teh Dini.
    Kadang juga jajan (eh beneran jajan sih sama anak-anak pas liburan: kuliner ternyata lumayan juga ya …). Atau sekedar pengalihan aja dari malas masak dan ribet beresin dapur ha3 … (malah curhat!).

    Soal menabung ini memang sangat penting, terutama untuk investasi pendidikan. Berasa banget deh saat anak mulai belajar di pesantren dan kuliah …

    Like

  2. Berguna untuk menentukan prioritas belanja ya. Bukan hanya apa yang perlu, tapi nilai lebihnya juga diulik habis sebelum memutuskan belanja. Saya harus belajar lagi nih sebelum praktik belanja lagi. Terima kasih tipsnya, Teh Dini.

    Like

  3. Tips-nya bermanfaat, Teh Dini. ๐Ÿ™‚

    Ada yang mirip sama saya, Teh, dalam membeli barang. Lebih mengutamakan kualitas dan fungsi, jarang fokus dengan estetika, ehehe. Jadi gapapa harga lebih mahal tapi bisa tahan lama. Penting sekali ini.

    Ada dua istilah baru buat saya: CAPEX dan OPEX. *segera googling untuk tahu lengkapnya.

    Terima kasih Teh Dini ๐Ÿ™‚

    Like

  4. Untuk Value barang saya baru memahami bbrp tahun ini. Kalau sudah paham tentang value ini insyaaAllah kalau beli barang bisa terhindar dari kalap atau ikut gaya doang. Sekalipun yg kita beli Barang Mahal tapi krn kita memutuskan beli ada tujuannya maka jadinya barang itu gak mahal? Gak gak sih haha tetep weh mahal. Cuma jadi worth it!
    Saya sendiri kalau punya kepengenan barang2 khusus suka saya masukkan ke dalam Dream Book. Seru sih suka ga nyangka kalo pas Dream Comes True!

    Like

  5. Bagus kebiasaannya, Din. “Banyak pertimbangan” ini buat sebagian besar orang memang ribet, tapi seharusnya sudah menjadi semacam SOP ketika akan beli barang. Sama kayak prinsipku: function, not fashion ๐Ÿ™‚

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s